2009/12/16

Apa Hidup?

Apa hidup memang... seperti, cerita tentang sebuah pohon yang tumbuh di suatu tempat asing? Bahwa yang mengetahui keberadaan pohon itu hanyalah tanah, air, dan udara; hanyalah partikel-partikel gelombang sinar mentari yang menyentuh dedaunan, hanyalah burung-burung yang mungkin mencipta sarang di cabang pepohonan.

Apa hidup memang hanya tentang cerita selebritas yang menuai gosip setiap kali mereka bergandengan dengan orang baru? Televisi yang dipenuhi keributan pembawa acara yang dengan kalimat-kalimat berbeda membawa gosip secara menggebu-gebu seolah-olah kepanasan di ruangan ber-AC. Dan kemudian, seseorang atau sekeluarga atau orang-orang, mereka menonton di depan layar televisi, lalu merasa terhibur dengan acara-acara itu?

Atau hidup adalah tentang menonton film sebanyak-banyaknya, membaca novel secepat kilat dan menghabiskan ratusan dalam seminggu, bermain game dan mengejar games terbaru lalu bertukar nama dengan orang-orang baru akibat kesamaan minat, apakah hidup hanya tentang mencari makna dari novel-novel yang dibaca, film-film yang ditonton, game-game bervisual canggih yang tokoh-tokohnya dilakoni? Apakah hidup untuk menjahit, membuat prakarya, belajar berenang, belajar alat musik; piano; gitar; biola, ikut lomba dan olimpiade ini-itu, melakukan apa yang peradaban manusia sebelumnya lakukan?

Apa hidup hanya tentang bangun dari tidur, pergi ke kamar mandi, lalu sarapan, lalu berangkat sekolah kerja mencari uang, makan siang, bermain mengerjakan sesuatu mengobrol dengan kawan, mandi dan makan malam, mengulang-ulang lagi hal-hal yang dilakukan kemarin?

Apa orang-orang selamanya akan mengikat diri mereka dalam suatu negara dan menetap selamanya sebagai penduduk patung batu di negara tersebut? Apa orang-orang akan hanya setia pada satu keyakinan, didongengi surga dan neraka yang sebenarnya tujuannya hanyalah supaya mereka tahu bahwa berbuat jahat itu tidak patut, menjaga keyakinan itu dan membuat diri mereka terpisah dari orang-orang yang berbeda keyakinan dengannya?

Apa murid-murid SMA akan selalu diminta orangtuanya untuk menjadi dokter dan pengacara atau akuntan agar bergaji tinggi dan bermasa depan cerah? Lalu apa para remaja labil akan selalu berusaha mencari tulang rusuk mereka, bahkan hingga ke ujung dunia, dan lantas memaksakan diri mereka bersenang-senang dengan pacar palsu mereka?

Apa tidak boleh jika seseorang hanya berniat melewati satu hari dalam hidupnya dengan memelototi orang-orang berbicara dalam bahasa mereka? Menyadari bahwa ketika lahir tidak ada seorang pun memiliki kosa kata, tidak ada seorang pun yang mengerti abjad-abjad. Lalu mendengar kata per kata dari orang-orang di sekitar, menonton gerak mereka berbicara bercanda gurau tertawa, memerhatikan tatap mata dan merasa mengetahui segala karakter seseorang dari sana. Merasa menjadi seseorang yang terasing.

Memikirkan bahwa jauh sekali di suatu tempat, ada sekumpulan binatang yang berlarian di padang pasir atau mencari panganan di rerumputan tanpa dikenali oleh orang-orang yang menonton selebritis di layar kaca. Ada hutan-hutan yang tak pernah disinggahi, ada langit-langit biru cerah yang mungkin saja berlubang di suatu tempat yang tak pernah diperhatikan.

Ada orang-orang yang tidak pernah ditemui. Lalu kemudian pertanyaan mengapa kita hanya menemui orang-orang yang kita temui sekarang? Mengapa kita hanya mengenal orang-orang yang kita kenal sekarang?

Ada orang-orang yang beruntung yang dikenal oleh seluruh dunia dan tentu dia tidak mengenal siapa seluruh dunia yang mengenalnya. Ada orang-orang beruntung yang mengenal semua tokoh-tokoh dunia dari buku-buku dan basa-basi mulut ke mulut di masyarakat tapi dia bahkan tidak dikenal di sekolahnya.

Ada orang-orang yang seolah-olah sudah memiliki segalanya, mungkin mereka masih sangat terikat dengan janji-janji pertemuan dengan klien dan pesta-pesta, masih harus membela komunitasnya, masih harus setia pada negaranya, masih harus berderma ke tempat peribadatannya.

Ada orang-orang yang tak memiliki sepeser pun uang, berjalan di gang-gang sempit, mengais-ngais tong sampah untuk menemukan bungkus nasi yang telah basi untuk dimakan, berjalan lagi, mungkin menadahkan tangan meminta sedekah. Masih terikat oleh kewarganegaraan, masih berdoa sebelum makan.

Apa hidup hanya seperti itu? Hanya orang-orang itu? Hanya kejadian-kejadian yang berulang? Hanya menikmati semuanya sebentar lalu mati?

Apa hidup hanya untuk menonton orang-orang membagi kata-kata bijak di atas panggung dan seolah selalu tercerahkan tiap kali mendengarnya? Tentang jalanilah hidup, raihlah ini, jagalah itu, cintailah itu, maka akan mendapatkan ini? Padahal sebenarnya di tiap diri manusia sudah ada kesadaran untuk semua itu. Mereka semua tahu apa yang harus mereka lakukan tapi mereka tetap harus mendengar ocehan-ocehan dari mulut-mulut bebal tak pernah lelah itu.

Tentang selalu ada saat-saat dan waktu-waktu yang tak tepat, selalu ada orang-orang yang datang mengganggu. Lalu katanya teorinya, jangan pikiran ‘selalu’ itu, maka mereka tidak akan datang mengganggu lagi, maka semua waktu akan menjadi tepat. Orang-orang riuh bertepuk tangan karena menemukan kesejajaran pemikiran awam mereka dengan teori sederhana dari orang besar yang berorasi di panggung. Tidak akan sadarkah mereka bahwa sesuatu selalu kelihatan benar karena sesuatu itu dipercayai dan dipegang konsepnya oleh banyak orang?

Agama tertentu bisa besar karena kesamaan pikiran di masyarakat mendukung agama itu ketimbang agama lain yang hanya didukung oleh beberapa orang kecil. Mitos bisa berkembang karena masyarakat mau tidak mau mesti memiliki kesamaan pikiran berkat dianugerahi tempat lahir yang bersuhu cuaca sama dan/atau orang-orang di sekitar yang berkepribadian mirip-mirip.

Lalu, apa hidup hanya tentang tahun baru, satu hari, satu minggu, satu bulan, satu semester, hampir akhir tahun? Hidup hanya tentang lahir, berkembang, dan mati? Hidup hanya tentang belajar ilmu-ilmu dasar lalu ilmu-ilmu terapan lalu dipergunakan di masyarakat? Hidup hanya tentang mengalami hal-hal lalu menceritakan hal-hal ke anak cucu?

Maka sampai mati, akan tetap ada ras, suku bangsa, kebangsaan, agama yang mengkotak-kotakkan dan memisahkan satu kelompok dengan kelompok lainnya, membedakan satu individu dengan individu lainnya.

Maka sampai mati, akan tetap tercipta teori-teori ekonomi baru untuk pasar-pasar yang muncul tiap harinya, teori-teori sosial untuk menjelaskan korelasi individu dan masyarakat, teori-teori politik, bahasa-bahasa yang berkembang, ilmu-ilmu kedokteran yang berusaha melakukan inovasi. Tentang semua teori dari beragam bidang ilmu yang akan terus berkembang. Dan selama mencipta, mereka melupakan siapa diri mereka sebelum lahir, juga tidak memikirkan siapa diri mereka setelah mati.

Maka sampai mati, orang-orang hanya akan tahu bahwa mereka pernah hidup dan kemudian mati.

P.S.: Benar-benar satu gambar pohon yang mengacaukan pemikiran.

14 comments:

  1. waaah, tulisannya berat,ckckckk....
    buatku hidup adalah perjalanan maka jangan seperti pohon, terikat dengan kehidupan. jadilah air, mengalir, mencari jalannya sendiri.
    hidup adalah tentang mengalami,rasakan, nikmati.
    bila hidup adalah perjalanan,mati itu pulang. maka kumpulkanlah bekal,oleholeh sebnyak mungkin agar perjalanan kita tak sia-sia.selesai. ^^

    ReplyDelete
  2. Tulisannya baguuss :) Yeah, masih mempertanyakan arti hidup, yang pasti sih bukan dari televisi dengan para artisnya itu mbak :)

    ReplyDelete
  3. Tulisanmu berat, mBak :)
    Aku sendiri, mungkin masih menjalani beberapa hal yang mBak jabarkan itu, yang monoton & hanya mengulang apa yang sudah terjadi kemaren & kemaren dulu...

    Hidup itu mengolah & mengasah rasa, kupikir itu...

    ReplyDelete
  4. Waduh sis.. Tulisanmu seperti biasa, sangat penuh dengan perenungan, pun dijabarkan secara gamblang! Tapi ya itu, kadang-kadang susah juga untuk menangkap pikiranmu.

    Terima kasih telah memberi komentar di http://abstraq2.weebly.com/13/post/2009/12/pentingnya-untuk-panik.html Semoga dirimu berkenan mampir di lain waktu.

    Salam!
    Abstraq

    ReplyDelete
  5. untuk yang diujung Timur sana: SELAMAT TAHUN BARU 2010!!!!!!!!!

    ReplyDelete
  6. wah ada Feline juga... Mana nih neng tulisan barumu? :D he he he... <iseng-iseng berkunjung.

    ReplyDelete
  7. Apa hidup hanya untuk menyesalkan sesuatu yang ada disekelilingnya?
    Aku rasa tidak, kita sendiri yang mewarnai hidup kita untuk jadi seperti apa.

    ReplyDelete
  8. Rekan untuk komentar tulisanmu:

    Sampai sekarang aku masih mencari arti hidup, kadang merasa begitu tak berarti. Tapi seperti yang pernah kau ucapkan padaku: semuanya akan tiba pada waktunya, jalani saja yang sudah ada sekarang.

    Aku sering teringat pada ucapanmu itu rekan. Yap, jalani saja, aku mencoba melakukan yang terbaik untuk mengisinya, aku akan melakukan sesuatu yang membuatku bahagia, membuat orang lain bahagia, sesuatu yang yang membuatku tersenyum, orang lain tersenyum. Kadang menjalani waktu untuk merenungkan kesalahan diri, kadang menangis, kadang datar, kadang tertawa, kadang tersenyum, semuanya bewarna-warni, mulai dari warna yang gelap hingga yang terang.

    Tetnang kata-kata bijakk itu rekan, menurutku bukan hanya sekedar untuk mendengar kata-kata bijak rekan, tapi hanay sekedar tahu, untuk merasakannya, menikmatinya, aku suka kata-kata bijak untuk dijadikan inspirasi, dikagumi, diingat, membuatku melihat berbagai ragam pola pikir, menjadi penyemangat ketika sedang sedih, atau sekedar terheran-heran melihat betapa uniknya pola berpikir orang yang mengucapkan, lalau bertanya-tanya mengapa aku tidak pernah memikirkannya? Hanya untuk itu saja.

    @Cass: iya nih, hehehe. Tulisan baru...? Ehem... Kalau soal itu... *cengar-cengir* emmm, beluumm ada kecuali beberapa tulisan tentang jadwal.

    ReplyDelete
  9. Bagus blognya, keren tulisannya!

    ReplyDelete
  10. acungin jempol ah buat tulisan mimi, gileeeeeeeeee... kamu ni masih baru kuliah tapi penyarian hidup udah mantappp bangett?

    experience moke you grown up ya dhek... ckckckck...
    ======
    tapi yang terbaik adalh menjalani apapun jalur kehidupan kita apapun skenario-Nya ;)

    Semangaaaaaaaaattt!!!!

    ReplyDelete
  11. Kita tidak akan tahu kapan kehidupan membawa kita terduduk di bawah pohon bambu di tepian sungai sembari mendengar gemericik air...

    Kita tidak akan tahun kapan kehidupan membuat kita melangkah di bawah terik..., berpeluh dan kelaparan...

    Tapi toh kita begitu mencintai kehidupan ini, walau kita tak pernah mengenalnya.

    ReplyDelete

Tulisan Terdahulu