2009/12/03

Kalender Awal Desember

Semuanya memang kembali menjadi lebih rapi dan aku lebih bersemangat belakangan hari ini. Hidupku sudah tertata dan terjadwal apik tidak seperti tahun sebelumnya. Tapi rasanya, sewaktu aku melihat kalenderku tadi, rasanya... ada yang hilang. Harus menyadari bahwa sebentar lagi semuanya akan berlalu. Sebentar lagi, tahun akan berganti. Hanya tersisa 28 hari lagi. Apa yang telah kulakukan selama setahun ini? Apa yang telah berubah?

Well, aku tentu saja sudah jauh berubah daripada aku di tahun sebelumnya. Aku tidak tahu apa dan oleh sebab apa. Aku hanya merasa aku sangat berubah di tahun ini. Mungkin di tahun 2009 inilah pertama kalinya aku bisa keluar dari tanah kelahiranku, Denpasar Bali. Mungkin di tahun 2009 inilah aku untuk kali pertama tinggal sendiri di kamar kos. Di tahun 2009 ini aku bertemu banyak orang baru dan juga orang-orang yang sebelumnya telah lama kukenal di dunia maya. Tahun 2009 ini sangat indah jika kupikir-pikir. Ada banyak pelajaran baru yang kudapatkan di tiap bulannya, minggunya, harinya.


Kalau kupikir, tahun 2008 aku masih cenderung kekanak-kanakan dan kurang dewasa. Aku masih terpaku pada dorongan orang-orang di sekitarku untuk bisa melangkah maju dan meraih cita-citaku. Di 2009, terutama di awal Desember ini, aku merasa bahwa semua pilihan ada di tanganku dan aku harus bertanggung jawab atas pilihan-pilihanku. Karena itu kupikir, aku harus memilih tujuan, arah, dan jalan hidup yang kusukai dan bisa kunikmati dan tidak akan kusesali karena aku akan mempertanggungjawabkannya. Kemudian di 2009, terutama di November setelah mengikuti ajang NaNoWriMo, aku jadi mengerti bagaimana pentingnya mengalokasikan waktu 24 jam yang kupunyai (seperti orang-orang lainnya miliki) dengan sebaik-baiknya.


Di 2008, aku belum pernah bepergian dari satu kota ke kota lain dengan kereta api darat dan berjalan sendirian di manapun. Aku belum pernah membeli tiket kereta sendiri, tiket pesawat sendiri, menumpang travel sendiri, keliling naik busway dan bus kota sendiri (di Bali engga ada bus-bus kota seperti di Jakarta, Yogya) atau naik angkot ke manapun. Di 2009, aku mengalaminya. Aku berjalan sendiri, berlari mengejar busway di jembatan penghubung antar busway sendiri, aku melihat air mancur di Bunderan HI sendiri, aku merasa hidup. Aku merasa hidup.


Di 2008, aku menghambur-hamburkan uangku untuk membeli buku-buku yang kelak tidak kubaca sampai sekarang. Buku-buku tanpa diskon. Aku menghambur-hamburkan uangku untuk membeli pakaian dan menyenangkan diri sendiri karena masih terluka akibat kehilangan seseorang yang paling berharga. Di awal 2009, aku masih melakukan itu di Bandung, aku menyenangkan diriku dan berusaha bilang ke diri sendiri bahwa itu wajar, menyenangkan diri karena masih terbayang-bayangi luka masa lalu itu wajar dilakukan, yang penting akhirnya kau sembuh, akhirnya kau sembuh. Namun saat ini, aku sudah bisa mengatur semua jadwal belanjaku, apa-apa saja yang benar-benar kubutuhkan dan harus kuprioritaskan, aku bahkan bisa menabung untuk uang mengikuti les bahasa/musik kelak. Aku bangga pada perubahan ini.


Di 2008, aku masih enggan membaca Wikipedia atau website-website apapun yang berbahasa non-Indonesia. Di 2009, aku sudah mulai terbiasa membaca, menulis, berbicara dalam bahasa Inggris. Semakin hari semakin lancar dan aku senang akan kemajuan ini. Selain itu aku jadi memiliki ketertarikan untuk menguasai bahasa-bahasa lainnya. Thanks to Cassle karena aku jadi ingin belajar Bahasa Prancis dan atas alamat situs yang sangat berguna untuk mempelajari bahasa Prancis juga dosenku yang masih tabah mengajariku bahasa Prancis, meski aku tahu akan susah. Thanks to Rere karena sempat membantuku belajar Bahasa Jerman, meski susah, UH! Thanks to Sensei, karena masih membimbing belajar Bahasa Jepang.


Akhir tahun 2008 aku mulai belajar menulis cerpen yang baik dengan seseorang melalui e-mail. Di 2009, aku sudah cukup senang melihat cerpen-cerpenku menjadi lebih baik.


Di 2008, aku engga pernah bersentuhan dengan dunia debat bahasa Inggris. Di 2009, aku memberanikan diri.


Di akhir 2008, aku masih menangis dan ditentang untuk pergi belajar ke luar Bali. Di 2009, aku sudah menikmati semua pembelajaran itu.


Di 2009, aku mengikuti banyak tes masuk universitas. Aku berkelana ke kota-kota dan berkenalan dengan lingkungan setempat dan akhirnya menyadari bahwa ternyata dunia di mana pun tetap sama saja. Tetap ada orang-orang yang lahir, tumbuh besar, saling bercengkerama, meninggal dunia. Tetap ada orang-orang yang berjuang untuk meraih cita-citanya. Di 2009, aku pernah tinggal di daerah Ciumbuleuit dan Sumur Bandung, aku pernah ke Ciwalk, BIP, PVJ, Gramedia, Palasari, banyak tempat di Bandung. Aku juga pernah tinggal di Rawamangun Muka, Jakarta, lalu jalan-jalan ke GI, Glodok, Ancol, TIM, banyak tempat lainnya. Naik angkot, bus, metromini. Naik kereta ekonomi, bisnis, eksekutif, KRL. Aku juga pernah menginap di warnet/rumah/penginapan teman di Surabaya. Aku pernah... menyewa motor dan jalan-jalan sendiri malam-malam di daerah yang jalannya curam dan terjal dan ketika tiba di kos berdoa mengucap syukur karena bisa selamat.


Aku bersyukur sekali karena ada banyak hal yang kupelajari di 2009 ini. Pelajaran tidak selamanya diperoleh dari institusi/lembaga pendidikan yang menyediakan materi pembelajaran pada kurikulum mereka. Pelajaran juga tidak selamanya diperoleh dari cerita orang-orang atau membaca di internet. Pelajaran adalah hidup itu sendiri. Tiap detik, menit, jam, milidetik, pelajaran pada ruang dan waktu. Rasanya aku bersyukur sekali untuk memeroleh banyak pengalaman dalam dua tahun ini (2007-2008-2009).


Seandainya Mama tidak tiada di 2008, mungkin aku tidak akan paham betapa Mama telah sangat berjuang untuk bisa menjadi tegar. Seandainya Mama menungguku dan mengucapkan kalimat terakhirnya, "Jadilah seorang dokter, Dewi." mungkin aku akan selamanya menganggap bahwa 'menjadi dokter' adalah cita-cita Mama dan bukan cita-citaku.


Seandainya Januari aku tidak memutuskan pergi ke Bandung, aku tidak akan tahu bagaimana anak-anak Aloysius jago-jago Fisikanya dan betapa mereka bisa menjawab pertanyaan rada susah dalam satu-dua menit saja. Lalu bertemu dengan Icha, Fau, Veni, dan teman-teman lain yang memberikan persahabatan yang sangat berharga. Betapa sewaktu aku sakit, mereka tiba-tiba datang ke kosku dan mengajakku berobat ramai-ramai ke Jatinangor dan akhirnya kita having dinner. Mengajakku nonton, membuatku nyaman berada di Bandung.


Selain itu, mungkin kalau aku engga pergi ke Bandung, aku engga akan ketemu Om Toni yang mengajariku BANYAK HAL berharga. Banyak banget. Om Toni yang tiap bersamanya aku akan selalu mendapatkan banyak sekali petuah bijak. Beberapa percakapan kami bahkan kurekam dengan recorder ponselku. Kali pertama dia mengajak ke Pasar Baru untuk membeli barang-barang/keperluan selama di Bandung. Om Toni yang awalnya cenderung arogan dan dingin bisa berubah menjadi hangat dan baik. Om Toni yang keesokan harinya menjemput dengan motor dan mentraktir makan bubur ayam ciroyom di Ciumbuleuit bawah, lalu mengenalkanku dengan jalanan Bandung dan mengantar untuk les di SSC Sumur Bandung. Om Toni yang kemudian mengajak ke Geusan Ulum (bener engga, sih?) untuk daftar les juga lalu mentraktir makan siomay. Om Toni yang mengajak ke pusat perdagangan sendal/sepatu di daerah sudut kota Bandung (lupa), Om Toni yang mengajak belanja buku pelajaran ke Palasari.


Om Toni yang selalu mengajak muter-muter jalan di Bandung dan mengobrol banyak di dalam mobil. Seperti ayah sendiri yang mengajarkan bagaimana caranya membagi waktu, berhubungan/berkomunikasi dengan orang lain... Om Toni yang suka manggil 'Chlee', 'Chell', 'Dew' dan nama-nama panggilan lainnya yang nyaman didengar. Aku merasa memiliki seorang ayah sendiri. Seorang ayah yang bersedia mengantar putrinya ke St. Hall dan karena terlambat memutuskan untuk mencari travel, namun karena sudah tutup, kami memutuskan untuk mencari kereta ekonomi ke Kiara Condong, lalu memutuskan lagi untuk naik travel Cipaganti, lalu ke X-Trans. Sebuah pengalaman yang sangat berharga.


Well, seandainya saja aku engga kenal Kak Aan, mungkin aku engga akan ada di sini sekarang. Seandainya dokter yang sedang mengembara di Papua itu tidak menuntunku untuk meraih cita-citaku ke sini, aku tentu engga akan di sini. Aku mungkin akan ada di tempat lain yang tidak menyenangkan. Yang jelas, di sini rasanya sangat menyenangkan.


Ada banyak orang yang kutemui. Orang yang bahkan membuatku jatuh cinta sekarang. Ada banyak tempat yang memberiku pelajaran tentang beragamnya orang-orang namun dengan hal-hal yang sama yang harus dilakukan di keseharian mereka. Banyak orang yang engga bisa disebut satu per satu tapi aku yakin jika aku menarik kembali ingatan tentang mereka, mereka masih ada di sana. Di lubuk hati, atau di ingatan terdalam.


Dan ketika Desember 2009 akan berganti menjadi Januari 2010... rasanya, sama seperti 2008 yang banyak cerita pilu berganti menjadi 2009 yang mengkhawatirkan. Namun ternyata 2009 adalah tahun yang membawa banyak pembelajaran. Terlebih tahun 2009 memiliki sangat banyak warna. 2009 yang selalu di hati. :) Ah, sungguh engga terasa memang kalau-kalau 28 hari lagi kalender ini akan usang.

5 comments:

  1. oooh, kau di bandung toch.hehehe...
    semangat teruus ya Panah ^^

    ReplyDelete
  2. Hehehe ;-)
    Kamu juga ya, Rid.. semangat teruus! ^^

    ReplyDelete
  3. Mirip kaleidoskop ya mbak...
    Banyak sekali yang udah mbak raih, jadi ngiri :)

    ReplyDelete
  4. perjalanan hidup yg menarik...di depan masih banyak hal indah dan menarik untuk di sambut...SEMANGADHHH

    ReplyDelete
  5. Perenugan yang mendalam jelang akhir tahun.
    Meskipun agak dini, saya mengucapkan selamat menyambut tahun baru 2010. My hopes and prayers for all the good things to come your way.

    ReplyDelete

Tulisan Terdahulu