2008/12/04

Tentang Kehidupan dan Seseorang

Tentang hidup dan Seseorang. Aku ternyata tak benar-benar tahu apa makna sebuah perjalanan. Bahkan setelah sekian tahun aku mengulur-ulur waktu. Untuk terus berkata pada diriku

: Suatu saat nanti,

Aku akan sampai.
Pada satu titik dan berhenti
Dan aku akan mengerti.

Aku terus berjalan. Dan terus berkata, dengan bodohnya


: Akan ada makna dari apa,

Yang kucari.
Yang belum kutemukan.
Dari apa,
Yang menyembunyikan diri.

Dan nyatanya benar, makin lama aku berjalan, makin aku merasa otakku membentuk jaring-jaringnya yang semakin rumit untuk kumengerti.


Makin aku mencari alasan, dan banyak mengumpulkan istilah-istilah. Supaya aku kelihatan pintar. Supaya aku jadi tenar. Hanya dengan sumpalan kata-kata di kepala. Lalu, mendengar orang berkata


: Bagus.

Indah.
Liris.
Penuh makna.
Luar biasa.

-


Kadang aku kehilangan apa arti dari kehidupan. Karena semuanya makin merumit, membentur hipotesa-hipotesa yang sudah kukarang selama ini, dan ternyata salah.


Padahal semua itu kukarang, hanya untuk meyakinkan


: Aku masih hidup.



Tidak pernah peduli, apakah orang lain di sekitarku juga merasa hidup. Terus, berulang-ulang, dengan egoisnya kuulang kalimat fana di kepala:

: Aku hidup.

Tidak gila.
Tidak sekarat.

Walau aku tak mengerti apa yang kini ada di kepalaku.


: Aku selalu dengan tiba-tiba, menulis
Entah kata-kata apa yang berjejalan di kepala

Menyadari bahwa entah kenapa
Hidup tak pernah semudah yang kuduga
Kupikir, menulis paragraf adalah perkara merangkai kalimat
Sama seperti kupikir
Menjalani hidup, hanyalah perkara mengurus perut dan otak.

Ketika aku berbincang dengan satu orang
Muncul perkara subjektivitas
Kekaguman semu
Yang akhirnya menghilang bersama bayang-bayang

Makin aku menyadari


: Bahwa hidup tidak pernah sederhana

: Masa kecil, masa remaja, masa transisi, dewasa, tua, mati
: Masa kecil : Masa dimanja, masa merengek, menangis mengiba
: Masa remaja : Tempat mengumpul rasa suka, melupakan duka
: Masa transisi : Saat kehilangan siapa itu diri
Dan seterusnya dan seterusnya.

Lalu menemukan.


: Bahwa tiap masa, ternyata akan berbeda maknanya. Untuk mereka-mereka

: yang menangis kelaparan di masa kecilnya, ke sana kemari meminta sedekah
: yang menangis karena iri dengan robot-robotan tetangga sebelah
: yang menangis menjerit-jerit saat pacarnya selingkuh
: yang menangis karena tak bisa melanjutkan sekolah

Bahwa mungkin seorang bocah melihat hidup sebagai permainan.

Penjaja tubuh melihat hidup sebagai nikmat birahi.
Cendekia melihat sebagai perpustakaan ilahi.
Atau biarkan aku melihatnya sebagai apa yang semu.
Dan semu ternyata memiliki banyak kategorinya.

Ingin tertawa?

Bukankah hidup memang sebuah ironi.

Ketika orang berkata


: Inilah titik jenuhmu

Ini hanya pelarianmu
Ukiran pemikiran seorang bocah ingusan

Semua spekulasi muncul. Dan mungkin sudah ditangani oleh teori-teori orang-orang besar yang lahir lebih dulu dariku.


: Kumpulkan apa yang belum pernah ada.

Dan berlelah-lelahlah kumaki diri
Akan ketololan mengumpulkan fakta-fakta.
Dari mana saja.
Dari apa, yang semakin menguras waktu.
Dan berubah-ubah bentuknya.
Dari guratan-guratan di batu-batu di dalam goa, kepada serat optik.

Ingin menyadarkan siapa, bahwa hidup adalah perjalanan tanpa akhir, jika kita terus berjalan untuk menyadarkan dan tidak ingin berhenti.


Lalu apakah sebuah perhentian memang benar pada kematian?



: Aku dulu pernah terhenyak
Ketika mengetahui
Bahwa tiap orang memiliki masalah

Mengulur waktu lagi
Dan kutemukan sesuatu yang kompleks
Bahwa masalah memiliki rantainya
Yang dari mananya,
Timbul rasa ingin tahu

Mencari lagi dan berusaha mengerti
Kepada apa-apa saja masalah itu
: latar belakang ekonomi, kehidupan sosial, kehidupan pribadi?
Kepada bagaimana orang-orang menghadapinya
: berhutang, mencuri, merampok, menangis, bunuh diri?
Kepada karakter-karakter yang berbeda-beda
: yang berdiam, menghujat, memaki, membenarkan diri sendiri?
Kepada latar belakang dari semua pembeda
: psikologi, behavioristik, klenik?
Kepada lingkungan
:keluarga kaya, sederhana, miskin, melarat, keluarga mafia, ayah-ibu otoriter?
: sekolah privat, sekolah swasta, masyarakat, tempat les, geng, perkumpulan?
Kepada proses penempatan
: kenapa di sini? pada keluarga ini? kenapa tidak di sana?
: kenapa di Inggris? Dan bukan di Indonesia?
: kenapa pada tahun 2008? Bukan 1928, pada zaman pemuda?
Kepada proses kelahiran
: di beragam benua
: di beragam waktu
: atau bahkan di planet-planet di galaksi-galaksi di luar sana?
: ditambah juga pada pengukuran segala hal berdasar tahun cahaya?
Kepada proses penciptaan
: terhenti
: pada Tuhan.

Lalu kutemukan lagi
Pada karakter-karakter yang tak percaya
Pada karakter-karakter yang percaya

Pada siapa yang percaya
Kubiarkan mereka terus melangkah
Dan aku terus meneliti ketidakpercayaan

Pada kaum agnostik
Pada sejarah NAZI
Pada komunis-komunis
Sambil membandingkan dengan para agamis

Membaca teori-teori ilmu pengetahuan

: Yang sempat dikelompokkan berdasar kepercayaan

Bahwa hidup itu terlalu rumit
Untuk disibak ada proses apa di baliknya

Melihat sekeliling

: Ada yang terus membaca, beragam bahasa
Ada yang terus menulis, beragam cerita
Ada yang terus melakoni, beragam derita
Atau sekedar bersantai, menyesap bahagia

Aku tidak ingin mengklasifikasikan diriku pada apa

: Tapi kusadari,
Untuk tidak mengklasifikasikan diri,
Adalah sebuah proses
Untuk mengklasifikasikan diri pada orang-orang
Yang juga tidak mengklasifikasikan diri pada apa-apa

Ingin berhenti

: Berarti aku meniru orang-orang yang juga berhenti?
Dan, benarkah memang berhenti?
Yakinkah bahwa kematian akan menghentikan?
Bahwa bunuh diri adalah proses mencapainya?

Aku tak cukup pintar untuk memilih, maka kubiarkan tubuhku terus berjalan, tanpa pengertian. Karena aku tak cukup nyali untuk mengakhiri apa yang tak kuketahui.

Semakin aku diarahkan ke beragam jalan dengan beragam navigasi
Berputar-putar di tempatnya

Jika benar ada banyak kelahiran
Entah sudah berapa abad aku bertarung
Atau berapa tempat telah kusinggahi
Dan berapa kisah telah kutoreh

Mengapa aku terus berjalan?

Apa yang bisa membuatku terhenti?

Karena aku bukan orang yang percaya bahwa proses kematian adalah stasiun perhentian.

Lalu apa aku benar-benar menginginkan sebuah pembinasaan?

Ketiadaan dari diriku?


Dengan ini, apa aku mulai diklasifikasikan sebagai orang yang lelah bertarung di kehidupan?


Sudah kubilang, aku adalah seseorang yang selalu berspekulasi.


Apa spekulasiku sudah cukup terbaca?


: Sekarang, sebelum lupa, aku menulis ini.
Di tengah malam.
Setelah membaca banyak derita.
Dari orang yang tak pernah banyak bercerita.
Tentang duka yang dia pendam.
“Sendiri?”

Tiap orang memiliki masalahnya.
Dan menganggap hanya aku yang punya masalah,
Mungkin itu masalah lain dalam caraku menghadapi masalah.
Dan untuk menyimpannya sendiri,
Kupikir itu masalah yang akan dia hadapi
Suatu saat ketika semua emosi menelannya.
Atau justru akan menjaganya? Membuatnya aman?

Sejak dulu, bagiku hidup adalah ramalan.

Dan ya,
Terlalu banyak yang bisa diceritakan dari sebuah kehidupan.


Benarkah kehidupan adalah sebuah perjalanan? Tanpa akhir bahkan tanpa titik perhentian?


Apakah dengan semakin banyak kata-kata, maka semakin mudah juga untuk membuat orang-orang bisa mengenali seperti apa kehidupanku?

Apa aku punya kepentingan untuk konklusi kepada pengertian?




Rabu, 03 Desember 2008
23:01:59

Rabu, 03 Desember 2008
23:46:17


16 comments:

  1. makasih buat postingannya :)
    banyak inspirasi yang tersimpan dalam tulisanmu itu mbak
    keep posting.

    ReplyDelete
  2. yang jelas... semakin kita menghargai waktu, kita akan semakin menghargai dan mengerti ttg kehidupan....

    ReplyDelete
  3. hmmmm ... menurutku tak perlu berkata banyak agar yg lain mengenal diriku, krn blom tentu dgn banyak bicara mereka mengerti ttg kehidupanku

    nice post

    ReplyDelete
  4. alow..... kangen juga ama blog ini... ^_^

    yup, masa2 muda kita isi dengan hal-hal yang berguna...
    agar kehidupan kita menjadi indah dan bermakna...

    ReplyDelete
  5. Huhu... Jujur, rada berat saya mencernanya. Tapi, buat saya kehidupan itu memang tidak semudah menulis paragraf, tidak juga semudah membalik telapak tangan. Halah halah...

    Dan buat saya lagi, "hidup" gak ada ujungnya. Mati?? Buat saya mati itu justru sebuah gerbang menuju kehidupan yang sebenarnya.

    Uhuhu...

    ReplyDelete
  6. hidup itu ibarat sebuah perjalan, semua tergantung kita yang menjalaninya, semakin dewasa pasti kita semakin mengerti makna kehidupan

    ReplyDelete
  7. hidup memang perjalanan, nona. mungkin ada ujungnya, sayangnya kita tak tahu di mana dan seperti apa ujung perjalanan itu. kita hanya bisa mengira-ngira. dan kita lantas bersandar pada perkiraan itu tadi. karena kita bersandar pada perkiraan, kita sebenarnya sedang bersandar kepada angin, juga kepada mungkin.

    ReplyDelete
  8. duh, bagus banget nih. kematian adalah perhentian dari kehidupan? kayaknya malah kelanjutan dari hidup yg sesungguhnya

    ReplyDelete
  9. Dalem banget, salut-salut :)

    ReplyDelete
  10. bagus puisinya, menginspirasi. sayang tema terlalu luas, dan beberapa kata-kalimat-bait terlalu klise.

    terus lanjut, panah hujan.

    ~tuanmalam~

    ReplyDelete
  11. Wuih daleeeemmm bangettttttttt

    sayang saya ndak bisa puisi :(

    ajarin dunkkk

    ReplyDelete
  12. awesome,suka banget tulisanya...
    salam kenal ya.

    ReplyDelete
  13. hidup itu untuk makan. makan itu untuk ngisi perut.*gubrak!*he..he..

    ReplyDelete
  14. @ simbahz : sama2, kak :) senang bisa membuat orang terinspirasi dari naskah yang tercipta dari tangan dingin saya (gayanya) :P

    @ pojokjambi : saya ada bilang mau membuang-buang waktu?

    @ JelajahiDuniaEly : yupp agreed, Madam ^^

    @ Blagabloger : Hunnn, maaf cerpenmu untukmu tertunda hampir sebulan.. lagi padat kegiatan, nih.. *hiks*

    omong2 soal menikmati hidup, iya juga.. baru tahun ini nerima KTP, artinya saya masih muda, ya? hahaha..

    @ adit-nya niez : mati adalah gerbang menuju kehidupan yang sebenarnya? .. cukup klise ^^.. tapi apakah benar begitu? *iseng*

    @ nunung mulyani : nah pas seperti apa yang saya ungkapkan.. cukup memahami ya, artinya? :D

    @ zen : betapa puitisnya dirimu :)

    @ fatamorgana : ohoho.. sudah diungkapkan juga oleh Saudara Adit, Maam ^^

    @ cak win : aduh aduh, dalem? *takut kecemplung*

    @ tuan malam : setidaknya saya tidak mencuri kata-kata para pujangga ataukah orang-orang yang berkelana di ranah kata-kata :)

    @ johan firdaus : what? ajari puisi? aduuh.. ini sekedar solilokui.. yang saya gak ngerti juga apa ini bisa disebut puisi? :P

    @ dedot : sesama orang bali.. apakah diriku harus rasis? hahaha.. salam kenal ^^

    @ kristina dian safitry : perut itu untuk diisi.. (nyeletuk dengan polosnya) *gubrak gubrak*


    any comments or arguments or critics? :P

    ReplyDelete
  15. Kehidupan memang sesuatu yang absurd dan nisbi..

    ReplyDelete
  16. Seorang penulis asal Skotlandia pernah menuliskan dalam sebuah bukunya: There are two great days in person’s life, the day we are born and the day we discover why. --William Barclay

    ReplyDelete

Tulisan Terdahulu